Minggu, 16 April 2017

ERYTHROCYTE SEDIMENTATION RATE (ESR) / LAJU ENDAP DARAH (LED)





LAJU ENDAP DARAH (LED)



Laju Endap Darah (LED) adalah salah satu tes laboratorium tertua yang masih digunakan. Nilai LED dapat meningkat dalam beberapa kasus atau masalah fisiologis, seperti kehamilan dan banyak kasus patologis, biasanya Karena peradangan, anemia, paraproteinemia, kenaikan fibrinogen, pembekuan aglutinin dan beberapa kasus lainnya. Penyebab utama nilai LED meningkat yang sering terjadi tidak diketahui; Namun, secara empiris, LED meningkat dikaitkan dengan peradangan akibat infeksi serta faktor non infeksius seperti: rheumatoid arthritis, systemic  lupus  erythematosus, nekrosis jaringan dan penyakit inflamasi usus. [3]
Secara historis, LED dilakukan dengan mengamati laju pengendapan sel darah merah, menggunakan tabung panjang yang ditegakkan secara vertikal, di bawah pengaruh gravitasi. Metode pengujiannya telah berevolusi dari metode  Westergren klasik menjadi  sentrifugasi dalam tabung kapiler dengan laser pendeteksi laju endap. Pengujian LED terbaru dapat diselesaikan dalam waktu lima menit atau kurang dibandingkan dengan metode klasik yang menghabiskan waktu selama satu jam. Hasil tes LED biasanya dilaporkan dalam mm/jam. Nilai normal atau rentang referensi  memiliki variasi berdasarkan usia dan jenis kelamin dan variasinya dari <15 mm/jam sampai <40 mm/jam.[3]
Kecepatan pengendapan elemen darah yang terbentuk dalam jumlah yang telah ditetapkan dalam satuan waktu, juga dikenal sebagai Laju Endap Darah (LED), digunakan di seluruh dunia oleh para dokter dalam upaya untuk menilai respon inflamasi akut. Hasil LED diperhitungkan dalam banyak praktek dan urutan pengambilan keputusan sebagai cara untuk menentukan adanya peradangan aktif. Namun, LED adalah indikator yang tidak dipahami dengan baik mulai agregasi, presipitasi, dan packing dari sel darah merah yang dimudahkan oleh beberapa protein plasma, termasuk fibrinogen dan imunoglobulin, dan dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk sel darah merah. Oleh karena uji ini tidak memiliki spesifikasi, klinis ahli kimia dan ahli patologi yang memimpin laboratorium klinis di mana pengukuran LED dipercaya merupakan tes yang sangat tidak sempurna. Metode pengujian ESR dikembangkan oleh R.S. Fahraeus dan A.V.A Westergren. Metode asli pertama kali dijelaskan pada tahun 1921, dan modifikasi dari metode asli ini telah dipilih sebagai referensi standar oleh beberapa agensi. Secara umum, metode ini menggunakan darah yang telah dicampurkan antikoagulan dan diencerkan kemudian ditempatkan dalam tabung Westergren-Katz, yang harus berdiri dalam posisi vertikal di rak selama 1 jam pada suhu kamar. Hasilnya adalah pengukuran dalam milimeter dari bagian atas eritrosit. Metode ini merupkan metode manual dan memiliki banyak faktor preanalitik dan analitik yang dapat mengubah hasil. [2]
Pada praktikum ini, darah harus diperoleh benar-benar dari penusukan vena dengan waktu paling lama 30 detik. Pengambilan secara manual atau menggunakan alat venipuncture dapat dilakukan, dan darah harus dicampur dengan antikoagulan EDTA (K2 atau K3) dilusi <1% atau trisodium sitrat dihidrat.[4]
            Dari hasil pengamatan, diperoleh nilai LED dari probandus Ni Made Dwi Kartika Larasuci dengan umur 18 tahun berjenis kelamin perempuan adalah sebesar 73 mm/jam. Ini menandakan bahwa nilai LED dari probandus tersebut melebihi batas normal yaitu kurang dari 20 mm/jam.
            Pada saat melakukan pemipetan, pipet harus dalam keadaan tegak vertical, terlindungi dari cahaya matahari langsung, senggolan dan getaran, dan disimpan pada temperature konstan kurang lebih 1oC dalam rentang 18-25oC selama proses pengendapan.[4]
            Hasil harus dicatat selama proses pengendapan yaitu 60 menit dari pada saat tes dimulai  dan dicatat dalam satuan mm/jam.[4]
            LED tinggi bias mengindikasikan beberapa penyakit. Salah satunya adalah Bakteri Otitis Media. ESR atau CRP telah terbukti meningkat pada 55% dari 31 pasien dengan otitis media. Infeksi telah didokumentasikan dengan mengkultur tympanocentesis microorganismvia. Anak-anak ini sehat. Kebanyakan dari mereka  demam (90%) dan tidak satupun dari mereka sakit parah atau memiliki tanda-tanda infeksi bakteri lainnya selama penelitian. Mereka dengan ESR tinggi atau CRP memiliki risiko lebih tinggi untuk duobati. Sejak penelitian ini adalah kecil, penelitian yang lebih besar diperlukan sebelum mengkonfirmasikan data ini. Dari data ini, menunjukkan respon inflamasi sistemik yang sama sepertibeberapa anak dengan tidak memiliki otitis media.[1]

DAFTAR PUSTAKA
[1] CONSTANTINE SAADEH, MD, Amarillo, Tex,2014, The Erythrocyte Sedimentation Rate: Old and New Clinical Applications, [http://www.galenica.cl/wp-content/uploads/2014/10/The-Erythrocyte-Sedimentation-Rate_Old-and-New-Clinical-Applications.pdf]
[2] Guarner, J, Dolan, H, & Cole, L 2015, 'Erythrocyte Sedimentation Rate: Journey Verifying a New Method for an Imperfect Test', American Journal Of Clinical Pathology, 144, 4, pp. 536-538, MEDLINE with Full Text, EBSCOhost, viewed 28 September 2016.
[3] Gurmukh Singh.2014.C-reactive protein and erythrocyte sedimentation rate: Continuing role for erythrocyte sedimentation rate.[ http://file.scirp.org/pdf/ABC_2014021013285184.pdf]. Advances in Biological Chemistry
[4] J. M. Jou, dkk.2011. ICSH review of the measurement of the erythrocyte sedimentation rate.[ http://www.islh.org/web/downloads/ICSH_Standards/Sed%20Rate%20IJLH%202011.pdf]. International Journal of Laboratory Hematology.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar